Senin, 28 Januari 2013

ALAM KINI TAK LAGI BERSAHABAT

Alam kita tak lagi bernyanyi indah
Kala deru badai datang menderu
Barisan hujan pun menderas jatuh ke bumi menyertai gemuruh murka sang bayu
Gelombang laut naik menerjang daratan
Gunung-gunung menumpahkan air bah
Sungai-sungai menjerit tak mampu menampung arus air

Langit kelabu menggelap lagi
Seranai hujan berbaris rapi
Mengguyur bumi pertiwi tanpa henti
Berhari-hari hujan menderas tanpa jeda

Tanpa pertanda
Saat jiwa-jiwa masih digulung lelap
Dalam hitungan detik gulungan air menyapu ibu kota
Penduduknya gempar
Tangisan perempuan dalam pekik derita
Jeritan bayi menghilang ditelan air yang menderas naik semakin tinggi
Ruas jari melepas pegangan
Karpet lumpur merubah warna
Kehidupan panik dalam gulita

Gelap ibu kota
Kelam tanpa penerangan listrik yang sengaja dipadamkan karena air membanjir
Hanya terlihat hamparan air dan lumpur menapaki ibu kota
Bumi pertiwi yang kini lebih sering menangis
Sungguh!

Langit kelabu lagi
Pilu bumi pertiwi hadir dari jiwa nelangsa yang mejual diri
Membagi-bagi perih pada si miskin dan mengenyangkan perut buncit penguasa yang korupsi

Langit pertiwi kelabu lagi
Di bumi Indonesia yang selalu menangis pilu
Padahal lakon senyum telah disiapkan sang penulis takdir
Saat angin masih berbisik menyampaikan isyarat alam
Tak satupun memiringkan telinga untuk mendengarkan
Hingga
Di tengah lelapnya kalbu
Alam berbicara keras
Fakta alam menumpas
Habis!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar